SIMULASI PENGAMBILAN SAMPEL DAN SEBARAN SPASIAL POPULASI
HAMA
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada budidaya tanaman umumnya, organisme
pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu kendala yang perlu diperhatikan
dan ditanggulangi. Perkembangan serangan opt yang tidak dapat dikendalikan akan
berdampak kepada timbulnya masalah-masalah lain yang bersifat social, ekonomi,
dan ekologi.
Organisme pengganggu tanaman adalah semua
organisme yang dapat menyebabkan penurunan potensi hasil yang secara langsung
karena meninbulkan kerusakan fisik, gangguan fisiologi dan biokimia, atau
kompetisi hara terhadap tanaman budidaya. Organisme pengganggu tanaman
dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama yaitu : hama, penyakit, dan gulma. Hama
adalah semua organisme atau gen biotik yang merusak tanaman dengan cara yang
bertentangan dengan manusia. Suatu organisme juga diakatakan hama apabila
organisme tersebut mengurangi kualitas dan kuantitas baha makanan, pakan
ternak, tanaman serat, hasil pertania, atau panen, pengolahan dan dalam
penggunaanya serta dapat bertinfak sebagai vector penyakit pada tanaman.
Karena banyak kerugian yang dapat ditimbulkan
oleh hama, maka perlu dilakukan pengendalian. Sebelum melakukan pengendalian,
kita perlu mengetahui tingkatan kerusakan, intensitas dan luar serangan seta
populasi hama yang menyerang lahan pertanian. Untuk mengetahui semua hal
tersebut, maka perlu dilakukan teknik pengamatan yang efisien. Salah satunya
ialah dengan teknik pengambilan sampel seperti yang akan dilakukan dalam
praktikum kali ini.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dilakukan praktikm kali ini
iadalh untuk memberikan pengenalan kepada praktikan pada skala simulasi tentang
cara pendugaan sebaran spasial hama pada hamparan pengamatan, dan penentuan
ukuran sampel optimum.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Dalam konsep PHT, pengendalian hama
merupakan satu kesatuan sistem pengelolaan ekosistem pertanian dengan penekanan
pada upaya memadukan secara optimal semua teknologi pengendalian hama yang
cocok dan mendorong berfungsinya proses pengendalian alami yang mampu
mempertahankan populasi hama pada tingkat keseimbangan yang rendah. Tujuannya
adalah: (1) menurunkan status hama, (2) menjamin keuntungan pendapatan petani,
(3) melestarikan kualitas lingkungan, dan (4) menyelesaikan masalah hama secara
berkelanjutan (Pedigo dan Higley, 1992).
Untuk menentukan apakah populasi
hama telah melampaui AE, maka harus dilakukan kegiatan pemantauan secara
berkala terhadap populasi hama, populasi musuh alami, kondisi pertanaman, dan
iklim. Hal ini dimaksudkan agar populasi hama tidak terlambat dikendalikan.
Dalam kegiatan pemantauan tersebut, kepadatan populasi hama yang dikategorikan
layak dikendalikan ditentukan dengan teknik penarikan contoh beruntun (sequential
sampling) berdasarkan pola sebaran populasi, data AE, dan tingkat risiko
kesalahan dalam pengambilan keputusan pengendalian (Shepard, 1980).
Berdasarkan pola sebaran populasi
ulat grayak, pola penarikan contoh yang mempunyai tingkat kepercayaan tinggi
dan efisien dapat ditentukan. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
apabila pola sebaran populasi bersifat acak, maka pola penarikan contohnya
adalah acak sederhana, sedangkan apabila pola sebaran populasi bersifat mengelompok,
maka pola penarikan contohnya adalah acak sepanjang garis diagonal lahan
(Nishida dan Torii 1970).
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
Dari pengamatan yang telah
dilakukan, didapatkan data sebagai berikut:
Sampel
|
koordinat
|
Koordinat
|
||||
U1
|
U2
|
U3
|
U1
|
U2
|
U3
|
|
1
|
6,1
|
4,6
|
1,5
|
21
|
20
|
23
|
2
|
4,2
|
5,6
|
6,4
|
27
|
41
|
37
|
3
|
4,1
|
6,5
|
5,6
|
16
|
31
|
22
|
4
|
5,6
|
2,3
|
1,4
|
40
|
15
|
15
|
5
|
5,4
|
5,5
|
6,1
|
34
|
43
|
12
|
6
|
1,5
|
6,1
|
2,6
|
64
|
9
|
21
|
7
|
2,2
|
2,1
|
2,5
|
52
|
10
|
10
|
8
|
2,5
|
6,2
|
7,2
|
50
|
13
|
17
|
9
|
6,6
|
4,2
|
4,6
|
20
|
35
|
23
|
10
|
6,2
|
1,1
|
5,
|
35
|
38
|
45
|
11
|
3,4
|
3,5
|
5,5
|
36
|
20
|
33
|
12
|
1,1
|
5,2
|
5,2
|
18
|
43
|
11
|
3.2 Pembahasan
praktikum kali ini, kita melakukan simulasi
pengambilan sampel dan sebaran spasial popilasi hama. Dalam melakukan
pengambilan sampel ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.
Unti sampel
a.
Unit sampel atau unit contoh
adalah fraksi dari area yang dihuni suatu populasi serangga sasaran, yang
disebut universe. Contohnya, bila sampling permukaan staple beras digudang
menggunakan colokan, maka unit sampel adalah kuantitas beras dalam colokan
sedangkan permukaan staple beras adalah universe.
2.
Ukuran atau jumlah sampel
a.
Ditentukan oleh peralatan
yang digunakan, seperti yang dilakukan dalam praktikum kali ini.
3.
Interval pengambilan sampel
a.
Merupakan jarak atau
selisih waktu dari pengamatan pertama ke
pengamatan berikutnya.
4.
Desain pengambilan sampel
a.
Adalah pola pengambilan sampel. Ada beberapa
pola pengambilan sampel, antara lain yaitu pola acak berlapis, pengambilan
sampel sistematik, dan pola pengambilan sampel purposive.
5.
Mekanik pengambilan sampel
a.
Atau disebut sampling adalah
metode yang meliputi pemilihan unti contoh yang tepat serta proses penarikan
contoh (udha, 2013).
Dalam praktikum kali ini setelah dilakukan
pengamatan, dihitung nilai rataan dan ragamnya kemudian ditentukan pola sebaran
spasialnya. Sebaran spasial adalah penyebaran atau pemencaran orgtanisme
didalam ruang tempat hidup atau habitat.
Pola sebaran spasial dibagi menjadi 3 yaitu :
acak atau random, mengelompok atau, agregat dan seragam atau merata (uniform).
Dari data pengamatan dilakukan perhitungan lalu penetapan pola sebaran spasial
sampel yang digunakan dalam praktikum kali ini dan didapatkan semua ulangan
yang dilakukan pada sebaran spasialnya adalah mengelompok, karena nilai
rataannya lebih kecil dari ragamnya. Dari nilai ragam dan data pengamtan lain,
maka selanjutnya ditentukan ukuran sampel optimumnya. Dari ketiga ulangan
didapatkan nilai n untuk U1 adalah 0,63 untuk U2 adalah
0,69 dan U3 adalah 1,204.
IV.
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan pembahasan pada bab
sebelumnya , maka dapat diambil kesimpulan bahwa pola sebaran spasial dari
ketiga ulangan ialah mengelompok dengn ukuran sampel setiap ulangan
DAFTAR PUSTAKA
Nishida, T. and T. Torii. 1970. A
handbook of the field methods for research on rice stem-borers and their
natural enemies. Burgass and Sons (Abingdon). IBP Handbook
No. 14.
Pedigo, L., S.H. Hutchins, and L.G
Higley. 1986. Economic injury levels in theory and practice. Ann. Rev. Entomol.
31: 341-68.
Shepard, B. M. 1980. Sequential
sampling plans for soybean arthropods, p.79-93. In: M. Kogan ard D.C.
Herzog (eds.). Sampling methods in soybean entomology
Springer-Verlag, New York.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
Ulangan 1
x̄
= Σx = 413 = 34,417
n 12
S2
= Σ(x- x̄)2
n-1
= (21-34,417)2+(27-34,417)2+(16-34,417)2+(40-34,417)2+(34-34,417)2+(64-34,417)2+(52-34,417)2+(50-34,417)2+(20-34,417)2+(35-34,417)2+(36-34,417)2+(18-34,417)2
11
= 2517,906
11
= 228,446
N
= [ x̄.k + (x̄)2]
(k.Sx2)
Dengan,
k = [(x̄)2/( S2- x̄)]
= (34,417)2/(228,446-34,417)
= 6,105
Sx = S2/n
= 228,446/12
= 19,037
Jadi,
N = [34,417 x 6,105 + (34,417)2] = 0,63
6,105
x (19,037)2
Ulangan 2
x̄
= Σx = 323 = 26,917
n 12
S2
= Σ(x- x̄)2
n-1
= (20-26,917)2+(41-26,917)2+(31-26,917)2+(15-26,917)2+(43-26,917)2+(9-26,917)2+ (10-26,917)2+(13-26,917)2+(35-26,917)2+(8-26,917)2+(20-26,917)2+(43-26,917)2
11
= 258
11
= 207,33
N
= [ x̄.k + (x̄)2]
(k.Sx2)
Dengan,
k = [(x̄)2/( S2- x̄)]
= (26,917)2/(207,33-26,917) = 4,015
Sx = S2/n
= 207,33/12
= 17,28
Jadi,
N = [26,917x
4,105+ (26,917)2] = 0,69
4,105
x (17,28)2
Ulangan 3
x̄
= Σx = 270 = 22,5
n 12
S2
= Σ(x- x̄)2
n-1
= (23-22,5)2+(37-22,5)2+(22-22,5)2+(15-22,5)2+(12-22,5)2+(21-22,5)2+
(10-22,5)2+(17-22,5)2+(23-22,5)2+(45-22,5)2+(33-22,5)2+(11-22,5)2
11
= 1315
11
= 119,5
N
= [ x̄.k + (x̄)2]
(k.Sx2)
Dengan,
k = [(x̄)2/( S2- x̄)]
= (22,52/(119,5-22,5)
= 5,22
Sx = S2/n
= 119,5/12
= 9,96
Jadi,
N = [22,5x 5,22 + (22,5)2] = 1,204
5,22x
(9,96)2
Please take out with credit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar