MENGHITUNG
ARAS LUKA EKONOMI
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan
tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan
oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat
disebut hama karena mereka mengganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang,
kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit merupakan beberapa contoh binatang
yang sering menjadi hama tanaman.
Kebanyakan
hama yang menyebabkan kerusakan pada tanaman adalah dari kelompok serangga.
Keberadaan hama tersebut sangat dirisaukan, karena kerusakan yang ditimbulkan
oleh serangan hama bisa menyebabkan kualitas dan kuantitas panen pada suatu
pertanaman mengalami penurunan. Hal tersebut tentu juga akan mengakibatkan
kerugian secara ekonomi. Hama yang merugikan secara ekonomi, biasanya merupakan
hama yang menyerang pada bagian tanaman yang kita konsumsi, atau biasa kita
sebut dengan hama langsung. Serangan hama pada suatu tanaman akan menimbulkan
gejala yang khas, hal ini terkait dengan alat mulut serta perilaku yang
dimiliki oleh masing-masing serangga yang juga memiliki ciri khas tersendiri.
Semakin banyak populasi hama di suatu pertanaman, semakin besar pula gejala
kerusakan yang ditimbulkan, hal ini juga akan mengakibatkan semakin tingginya
tingkat kerugian ekonomi. Untuk menghindari kerugian ekonomi akibat serangan
yang ditimbulkan oleh hama, maka perlu diadakan suatu pengendalian. Pada
pengendalian tersebut hendaknya kita harus mengetahui ekologi dari
masing-masing hama, sehingga hal ini bisa memudahkan kita dalam mengambil
keputusan untuk pengendalian hama secara tepat.
Dalam
kegiatan pengendalian hama, pengenalan terhadap jenis-jenis hama (nama umum,
siklus hidup, dan karakteristik), inang yang diserang, gejala serangan,
mekanisme penyerangan termasuk tipe alat makan serta gejala kerusakan tanaman
menjadi sangat penting agar tidak melakukan kesalahan dalam mengambil
langkah/tindakan pengendalian. Serangan hama pada suatu tanaman akan menimbulkan
gejala yang khas, hal ini terkait dengan alat mulut serta perilaku yang
dimiliki oleh masing-masing serangga yang juga memiliki ciri khas tersendiri.
1.2
tujuan
Adapun
tujuan dari praktikum ini yaitu
a.Untuk
mengetahui pengertian pengamatan dan ambang ekonomi
b.Untuk
mengetahui peranan pengamatan dalam PHT
c.Untuk
mengetahui pengamatan dan penilaian serangan hama
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Hama
merupakan tiap hewan yang mengganggu atau merusak tanaman dan menyebabkan
kerugian secara ekonomis. Kebanyakan hama yang menyebabkan kerusakan pada
tanaman adalah dari kelompok serangga. Keberadaan hama tersebut sangat
dirisaukan, karena kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama bisa
menyebabkan kualitas dan kuantitas panen pada suatu pertanaman mengalami
penurunan. Hal tersebut tentu juga akan mengakibatkan kerugian secara ekonomi.
Hama yang merugikan secara ekonomi, biasanya merupakan hama yang menyerang pada
bagian tanaman yang kita konsumsi, atau biasa kita sebut dengan hama langsung
(Endah, 2005).
Pertumbuhan
tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Kondisi
lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk
berbunga dan menghasilkan benih. Kebanyakan speises tidak akan memasuki masa
reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai
tahapan yang matang untuk berbunga, sehubungan dengan ini terdapat dua
rangsangan. Yang menyebabkan perubahan itu terjadi, yaitu suhu dan panjang hari
(Mugnisjah dan Setiawan, 1995).
Peramalan
OPT adalah kegiatan yang diarahkan untuk mendeteksi dan memprediksi
populasi/serangan OPT serta kemungkinan penyebaran dan akibat yang ditimbulkan
dalam ruang dan waktu tertentu. Peramalan OPT merupakan bagian penting dalam
program dan kegiatan penerapan PHT dalam kegiatan perencanaan ekosistem yang
tahan terhadap gangguan.Peramalah hama sasarannya adalah untuk menduga
kemungkinan timbulnya OPT, mendeteksi dan memprediksi populasi/serangan dan
kerusakan yang ditimbulkan OPT berdasarkan hasil pengamatan terhadap
komponen-komponen yang berpengaruh di lapang, dan menduga kerugian atau
kehilangan hasil akibat gangguan OPT. Menurut Marwoto (1992), peramalan hama
bertujuan untuk memberikan informasi tentang populasi, intensitas serangan,
luas serangan, penyebaran OPT pada ruang dan waktu yang akan datang. Informasi
tersebut sebagai dasar untuk menyusun perencanaan, saran tindak pengelolaan
atau penanggulangan OPT sesuai dengan prinsip, strategi dan teknik PHT. Dengan
demikian diharapkan dapat memperkecil resiko berusaha tani, populasi/serangan
OPT dapat ditekan, tingkat produktivitas tanaman pada taraf tinggi,
menguntungkan dan aman terhadap lingkungan.
Analisis
daerah serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dilakukan berdasarkan data
sekunder atau historis luas tambah serangan (LTS) selama kurun waktu tiga
tahun, untuk analisis indeks serangan, ratio luas serangan, dan periode kritis
serangan OPT dilakukan dengan menganalisis data luas keadaan serangan selama
kurun waktu satu tahun atau tiga musim tanam padi secara berturut – turut
(Bappenas, 1991).
Luas tambah
serangan (LTS) merupakan hasil pengamatan dari wilayah pengamatan (biasanya di
tingkat Kecamatan) dari Petugas Pengamat Hama dan Penyakit (PHP) yang
dilaporkan setiap periode setengah bulan ke Dinas Pertanian Kebupaten/Kota
Madya dan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP), secara berjenjang
dilaporkan juga ke Dinas Pertanian Propinsi, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Holtikultura (BPTPH) dan Direktorat Perlindungan Holtikultura, Direktorat
Jenderal Bina Produksi Holtikultura (Dirjen Bina Produksi Tanaman, 2002).
Penentuan
daerah sebaran suatu OPT dapat dilakukan pada tingkat kabupaten/Kodya
berdasarkan data hasil pengamatan di tingkat kecamatan berupa data luas terkena
serangan (LTS) yang menyatakan seluruh serangan dengan intensitas ringan hingga
puso dan luasan tanaman puso dengan intensitas puso saja, dan frekuensi
serangan pada setiap masa panen (MP) setiap tahun biasanya digunakan data lima
sampai enam tahun secara berurutan. Pemetaan hanya dilakukan pada tiap
kecamatan, karena data diperoleh dari petugas pengamat hama (PHP) di setiap
kecamatan (Dirjen Bina Produksi Tanaman, 2002)
II.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Pengamatan
Dari
hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan, maka didapatkan data
sebagai berikut :
Perhitungan Kasus wereng coklat pada tanaman padi.
Sampel ke-
|
X
Populasi hama (ekor/tanaman) |
Y
Produksi (kg/ha) |
XY
|
X2
|
|
1
|
0
|
7400
|
0
|
0
|
|
2
|
40
|
6700
|
268000
|
1600
|
|
3
|
75
|
6000
|
450000
|
5625
|
|
4
|
105
|
5500
|
577500
|
11025
|
|
5
|
130
|
4500
|
585000
|
16900
|
|
6
|
155
|
3700
|
573500
|
24025
|
|
7
|
164
|
3000
|
492000
|
26896
|
|
8
|
180
|
1500
|
270000
|
32400
|
|
9
|
195
|
1000
|
195000
|
38025
|
|
n=9
|
∑X= 1044
|
∑Y= 39300
|
3411000
|
156496
|
|
116
|
= 3466,67
|
▪
Kurva kasus wereng coklat pada tanaman padi
2. Perhitungan contoh kasus walang sangit
pada tanaman padi
Sampel ke-
|
X
Populasi hama (ekor/tanaman) |
Y
Produksi (kg/ha) |
XY
|
X2
|
|
1
|
0
|
9200
|
0
|
0
|
|
2
|
5
|
6700
|
33500
|
25
|
|
3
|
20
|
6000
|
120000
|
400
|
|
4
|
34
|
5500
|
187000
|
1156
|
|
5
|
45
|
4000
|
180000
|
2025
|
|
6
|
58
|
3200
|
185600
|
3364
|
|
7
|
70
|
2500
|
175000
|
4900
|
|
8
|
85
|
2100
|
178500
|
7225
|
|
9
|
90
|
1800
|
162000
|
8100
|
|
n=9
|
∑X= 407
|
∑Y= 41000
|
1221600
|
27195
|
|
= 45,22
|
4555,56
|
▪
Kurva kasus walang sangit pada tanaman padi
3.2 Pembahasan
Hama adalah
seluruh makhluk hidup yang dapat mengganggu perkembangan tumbuhan. Dari sekian
banyak hama, kelas insekta merupakan hama yang paling banyak di bumi ini.
Akibat dari serangan hama ini sangatlah penting diman salah satunya dapat
menurunkan hasil dari komoditi yang kita usahakan. Hasil disini tidak hanya
sebatas kualitas saja akan tetapi keberadaan gangguan hama ini juga akan
berpengaruh terhadap kuantitas produk. Banyak sekali cara atau metode yang
dapat dilakukan untuk meminimalisir gangguan hama ini mulai dari teknik yang
paling umu dilaksanakan ditingkat petani yakni aplikasi pestisida, dengan cara
kultur teknik, biologi, dan fisik. Batasan serangan hama terhadap produk ini
telah ditentukan berdasarkan kesepakatan sebelumnya yang dinamakan ambang batas
serangan atau ambang ekonomi.
Ambang
Ekonomi adalah kepadatan populasi hama yang memerlukan tindakan pengendalian
untuk mencegah peningkatan populasi hama berikutnya yang dapat mencapai Aras
Luka Ekonomi, ALE (Economic Injury Level). Sedangkan ALE didefinisikan sebagai
padatan populasi terendah yang mengakibatkan kerusakan ekonomi. Kerusakan
ekonomi terjadi bila nilai kerusakan akibat hama sama atau lebih besarnya dari
biaya pengendalian yang dilakukan, sehingga tidak terjadi kerugian ( Harun,
2011 ). Oleh karena itu perlu adanya suatu metode yang dapat menggambarkan
tingkat serangan hama pada suatu daerah tertentu. Hal tersebut berhubungan
dengan model peramalan hama yang akan digunkan untuk meramalkan kejadian yang
sama pada waktu yang akan datang. Salah satu bentuk peramalan yang sering
digunan ialah Analisi Periode Kritis
dan Tipe Serangan Suatu Hama, metode ini dilakukan denga cara
menganalisis data historis berupa data luas tambah serangan ( LTS ). LTS
merupakan hasil pengamatan dari wilayah pengamatan dari Petugas Pengamat Ham
Dan Penyakit ( PHP ) yang dilaporkan setiap periode setengah bulanan ke Dinas
Pertanian Kabupaten/Kota Madya dan Laboratorium Pengamat Hama dan Penyakit (
LPHP ).
Berdasarkan
hasil yang didapat pada kurva table 1 dan 2 bahwa semakin sedikit hama yang ada
maka jumlah produksi yang dihasilkan akan semakin banyak, begitu sebaliknya.
Dalam
perhitungan didapatkan bahwa AP (ambang pendapatan) adalah 176,47 kg/ha. Ini
berarti agar perlakuan insektisida menguntungkan bag petani yang diselamatkan
oleh tindakan pengendalian paling sedikit sebersar 176,47kg/ha. Nilai ambang
ini penting sebagai batas penentuan manfaat
pengendalian dan krteria dalam pengambilan keputusan.
ALE
sebear 5,44 melalui nilai ambang pendapatan dibagi besarnyakehilang produksi yang ditimbulkan leh setiap satu
ekor hama. Maksudnya, apabila kepadatan populasi sama atau lebih dari 5,44 per
tanaman populasi tersebut berada diatas aras populasi ekonomik sehingga
pengendalian dapat dilakukan. Tetapi, apabila populasi dibawah 5,44 kurva per
tanaman pengendalian dengan pestisida tidak peru dilakukan Karena dbawah titik
impas. Hal ini juga sama untuk ditempatkan pada hasil perhitungan untuk table 2
sebesar 2,45.
Pada
perhitugan untuk table 1 didapat nilai b sebesar -32,43. Berarti setiap satu
ekor hama akan kehilangan jumlah produksi sebesar angka tersebut. Sama halnya
juga table 2 setiap satu ekr hama akan kehilangan produksi sebesar -71,96.
III.
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan
dan pembahasan pada bab sebelumya maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berkut:
1.
ALE yang diperoleh sebesar 2,54
pada contoh kasus walang sangit berarti bahwa hama wereng coklat sudah perlu
dikendalikan ketika populasi mencapai 2,44 ekor per rumpun tanaman.
2.
AP
pada contoh kasus wereng coklat 176,47 kg/ha. Sedangkan ALE pada contoh
kasus wereng coklat sebesar 5,44.
3.
persamaan nilai regresi dari contoh
kasus wereng coklat sebesar y = -32.431x
+ 8128.7 dan kasus walang sangit pada
tanaman padi diperoleh nilai regresi sebesar y = -71.962x + 7809.8.
4.
AP pada contoh kasus walang sangit sebesar 176,47 kg/ha dan ALE
sebesar 2,54.
5.
ALE yang diperoleh sebesar 5,44
pada contoh kasus wereng coklat berarti bahwa hama wereng coklat sudah perlu
dikendalikan ketika populasi mencapai 5,44 ekor per rumpun tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Bappenas.
1991. Petunjuk lapang latihan PHT palawija. Program Nasional Pelatihan dan
Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu. Proyek
Prasarana fisik bappenas. Jakarta.
Dirjen Bina
Produksi Tanaman. 2002. Peta Daerah Endemis OPT Hortikultura
Buku 1. Pangan Balai Peramalan Organisme
Pengganggu Tumbuhan. Jakarta.
Dirjen Bina
Produksi Tanaman. 2002. Pemetaan Daerah Endemis OPT penting pada tanaman
Pangan. Pangan Buku 1. Pangan Balai Peramalan
Organisme Pengganggu Tumbuhan.
Jakarta.
Endah,
Joisi, Nopisan. 2005. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman.
Jakarta : Agromedia Pustaka
Marwoto. 1992. Masalah pengendalian
hama Blimbing di tingkat petani. hlm. 37−43. Risalah Lokakarya Pengendalian Hama
Terpadu Tanaman Blimbing. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Malang.
Mugnisjah,W.Q.
dan Setiawan, A. 1995. Produksi Benih. Penerbit Bumi Aksara
Jakarta. Bekerjasama dengan Pusat antar Universitas-Ilmu Hayat. Institut
Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
Perhitungan Kasus wereng coklat pada tanaman padi.
Sampel ke-
|
X
Populasi hama (ekor/tanaman) |
Y
Produksi (kg/ha) |
XY
|
X2
|
|
1
|
0
|
7400
|
0
|
0
|
|
2
|
40
|
6700
|
268000
|
1600
|
|
3
|
75
|
6000
|
450000
|
5625
|
|
4
|
105
|
5500
|
577500
|
11025
|
|
5
|
130
|
4500
|
585000
|
16900
|
|
6
|
155
|
3700
|
573500
|
24025
|
|
7
|
164
|
3000
|
492000
|
26896
|
|
8
|
180
|
1500
|
270000
|
32400
|
|
9
|
195
|
1000
|
195000
|
38025
|
|
n=9
|
∑X= 1044
|
∑Y= 39300
|
3411000
|
156496
|
|
116
|
= 3466,67
|
b =
=
=
=
= -32,43
a = - b
= 4.366,67 – (-32,43) (116)
= 4.366,67 – (-3.761,88)
= 4.366,67 + 3.761,88
=8.128,55
Y
= a + bx
=
8.128,55 + (-32,43) x
=
8.128,55 – 32,43 x
AP
=
=
= 176,47
b= -32,43
ALE = x
=
=
= 5,44
Nilai
Y
Y1 = 8128,55 – 32,43 (0)
= 8128,55
Y2 = 8128,55 – 32,43 (40)
= 6831,35
Y3 = 8128,55 – 32,43 (75)
= 5693,3
Y4 = 8128,55 – 32,43 (105)
=4723,4
Y5 = 8128,55 – 32,43 (130)
= 3912,65
Y6 = 8128,55 – 32,43 (155)
= 3098,8
Y7 = 8128,55 – 32,43 (164)
= 2810,03
Y8 = 8128,55 – 32,43 (186)
= 2291,15
Y9 = 8128,55 – 32,43 (195)
= 1804,7
2. Perhitungan contoh kasus walang sangit
pada tanaman padi
Sampel ke-
|
X
Populasi hama (ekor/tanaman) |
Y
Produksi (kg/ha) |
XY
|
X2
|
|
1
|
0
|
9200
|
0
|
0
|
|
2
|
5
|
6700
|
33500
|
25
|
|
3
|
20
|
6000
|
120000
|
400
|
|
4
|
34
|
5500
|
187000
|
1156
|
|
5
|
45
|
4000
|
180000
|
2025
|
|
6
|
58
|
3200
|
185600
|
3364
|
|
7
|
70
|
2500
|
175000
|
4900
|
|
8
|
85
|
2100
|
178500
|
7225
|
|
9
|
90
|
1800
|
162000
|
8100
|
|
n=9
|
∑X= 407
|
∑Y= 41000
|
1221600
|
27195
|
|
= 45,22
|
4555,56
|
b =
=
=
=
= -71,96
a = - b
= 4.555,56 – (-71,96) (45,22)
= 4.555,56 – (-3.254,03)
= 4.555,56 + 3.254,03
= 7.809,59
Y
= a + bx
=
7.809,59 + (-71,96) x
=
7.809,59 – 71,96 x
AP =
=
=
176,47
b=
-32,43
ALE =
=
=
2,45
Nilai Y
Y1 = 7809,59 – 71,96 (0)
= 7809,59
Y2 = 7809,59 – 71,96 (5)
= 7.449,79
Y3 = 7809,59 – 71,96 (20)
= 6370,39
Y4 = 7809,59 – 71,96 (34)
= 5362,95
Y5 = 7809,59 – 71,96 (45)
= 4571,39
Y6 = 7809,59 – 71,96 (58)
= 3635,91
Y7 = 7809,59 – 71,96 (70)
= 2772,39
Y8 = 7809,59 – 71,96 (85)
= 1692,99
Y9 = 7809,59 – 71,96 (90)
= 1333,19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar