I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jamur M. anisopliae telah
dikenal sebagai patogen pada berbagai jenis serangga hama dan dapat diproduksi
secara komersial sebagai bioinsektisida. Walaupun jamur ini dapat menginfeksi
begitu banyak serangga, ternyata intensitas serangan terbesar dan inang yang
terbaik untuk berkembang biak adalah larva O. rhinoceros. Pada saat ini Metarhizium anisopliae
umumnya dikembangkan padamedium padat buatan maupun medium alami dengan waktu
relatif lama.
Penggunaan jamur entamopatogen (jamur yang hidup dan mengambil makanan
dari tubuh serangga) dimulai sejak 1834, yakni ditemukannya jamur Metarhizium
anisopliae. Jamur Metarhizium anisopliae telah digunakan untuk
mengendalikan hama pada perkebunan kalapa di Indonesia dan menunjukan
keberhasilan. Selanjutnya juga digunakan untukmengendalikan ulat grayak (Spodoptera
litura) pada kedelai di Balai Penelitian Kacang. Sejalan dengan kegiatan
pengendalian OPT di lapangan, maka dilakukan perbanyakan jamur entamopatogen,
oleh karena itu perlu dilakukan praktikum ini.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari
praktikum ini yaitu untuk mengetahui dan melakukan cara perbanyakan jamur Metarhizium anisopliae.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Jamur Metarhizium anisopliae yang sebelumnya
dikenal sebagai anisopliae entomophora adalah jamur yang hidup di tanah.
Penggunaan Metarhizium anisopliae
sebagai agen mikroba terhadap serangga sejak tahun 1879. Metarhizium anisopliae adalah anggota dari kelas Hyphomycetes
dengan kategori jamur muscaridine hijau karena warna hijau muncul dari koloni.
Jamur ini telah dilaporkan telah menginfeksi sekitar 200 jenis serangga dan
arthropoda lainnya. Meskipun Metarhizium
anisopliae tidak menular atau beracun untuk mamalia, namun jika menghirup
spora dari jamur tersebut dapat menyebabkan reaksi alergi pada individu yang
sensitif (Wikipedia, 2010).
Penggunaan Metarhizium anisopliae sebagai agen
hayati merupakan jenis pestisida microbial (microbial pestiside), yaitu jenis
produk biopestisida yang mengandung mikroorganisme (bakteri, fungi, virus, dan
protozoa) sebagai bahan aktif dan jamur yang berlaku sebagai pembasmi serangga
pada tanaman disebut bioinsektisida. Penggunaan agen hayati Metarhizium anisopliae sudah diketahui
dapat menurunkan intensitas organisme pengganggu tanaman utama yang menyerang
tanaman padi (Enceng, 2007).
Secara umum Metarhizium anisopliae masuk ke tubuh
serangga melalui spirakel dan pori-pori atau kutikula dari tubuh serangga.
Setelah masuk ke dalam tubuh serangga, jamur menghasilkan perpanjangan hifa
lateral yang akhirnya berkembang biak dan
mengkonsumsi organ
internal serangga. Pertumbuhan hifa berlanjut sampai serangga tersebut
ditumbuhi dengan miselia. Selanjutnya jamur akan beristirahat melalui kutikula
dan sporulates, yang membuat serangga tampak seperti diselimuti bulu halus
berwarna putih (Wiryadiputra, 1995).
Metarhizium anisopliae dapat melepaskan spora (konidia) pada kondisi kelembaban rendah (<50%). Selain itu, jamur tersebut memperoleh nutrisi dari lemak pada kutikula serangga. Jamur ini juga dapat menghasilkan metabolit sekunder seperti destruxin, yang mempunyai sifat insektisida pada serangga. Zat metabolit sekunder dari fungi inilah yang akan dimanfaatkan sebagai pembasmi hama serangga (Suwahyono, 2009).
Penggunaan entomopatogen dari jamur adalah sebagai biopestisida dalam bidang pertanian. Karena kita mengenal bahwa insektisida tidak ramah lingkungan. Meski kandungan zat insektisida tersebut dapat membasmi hama atau golongan serangga yang merusak tanaman lebih cepat, namun dampak terhadap tanaman dan lingkungan juga berpengaruh tidak baik (Enceng, 2007).
Jamur Metarhizium anisopliae banyak digunakan
untuk mengatasi larva macam-macam serangga pengganggu tanaman. Dalam penelitian
ini pengujian toksisitas entomopatogen Metarhizium
anisopliae ditujukan terhadap hewan jangkrik dan belalang yang sebagai
wakil dari kelompok insekta yang sering merusak tanaman pada umumnya. Kedua
hewan ini termasuk dalam satu famili yaitu Gryllidae. Disini akan diuji
seberapa toksik racun yang dihasilkan oleh jamur Metarhizium anisopliae terhadap jangkrik dan belalang (Wikipedia,
2013).
III. HASIL PENGAMATAN DAN
PEMBAHASAN
3.1
Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan
yang didapat yaitu sebagai berikut:
Kelompok
|
Foto
|
Keterangan
|
Kelompok
1
|
H1
= Belum tumbuh jamur pada media
H2
= Belum banyak jamur yang tumbuh
H3
= Jamur yang tumbuh mulai banyak dan berwarna hijau
|
Kelompok
2
|
H1
= Jamur belum tumbuh pada media
H2
– H3 = Media tumbuh jamur tetapi masih sedikit
|
|
Kelompok
3
|
H1
= Belum tumbuh jamur pada media
H2
= Media tumbuh jamur tetapi masih sedikit
H3
= Jamur yang tumbuh mulai banyak
|
|
Kelompok
4
|
H1
= Jamur belum menunjukkan pertumbuhan
H2
= Jamur sudah mulai tumbuh banyak pada media
|
|
Kelompok
5
|
H1
= Jamur belum tumbuh
H2
= Jamur mulai tumbuh pada media
H3
= Terdapat banyak jamur yang tumbuh
|
|
Kelompok
6
|
H1
= Belum tumbuh jamur pada media
H2
= Media tumbuh jamur tetapi masih sedikit
H3
= Jamur yang tumbuh mulai banyak
|
|
Kelompok
7
|
H1
= Jamur belum menunjukkan pertumbuhan
H2
– H3 = Jamur yang tumbuh sedikit dan mulai terlihat
|
|
Kelompok
8
|
H1
= Jamur belum tumbuh pada media
H2
– H3 = Jamur yang tumbuh mulai banyak
|
|
Kelompok
9
|
H1
= Jamur belum tumbuh pada media
H2
– H3 = Media tumbuh jamur tetapi masih sedikit
|
3.2 Pembahasan
Klasifikasi
Metarhizium anasopliae adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Family : Clavicipitaceae
Genus : Metarhizium
Species : Metarhizium anisopliae
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Sordariomycetes
Ordo : Hypocreales
Family : Clavicipitaceae
Genus : Metarhizium
Species : Metarhizium anisopliae
Koloni
cendawan Metarhizium anisopliae pada
awal pertumbuhannya berwarna putih, kemudian berubah menjadi hijau gelap dengan
bertambahnya umur. Miselium bersekat, diameter 1,98-2,97 µm, konidiofor
tersusun tegak, berlapis, dan bercabang yang dipenuhi dengan konidia. Konidia
bersel satu berwarna hialin, berbentuk bulat silinder dengan ukuran 9,94 x 3,96
µm. Temperatur optimum untuk pertumbuhan Metarhizium
anisopliae berkisar 220 – 270C. Konidia akan
membentuk kecambah pada kelembapan di atas 90%, namun demikian konidia akan
berkecambah dengan baik dan patogenisitasnya meningkat bila kelembapan udara
sangat tinggi hingga 100%. Koloni dapat tumbuh dengan cepat pada beberapa media
seperti jagung dan beras.
Perbedaan jamur Metarhizium anisopliae dengan yang lain
yaitu pada jamur Metarhizium anisopliae
memiliki spora berbentuk silinder, bersel satu, memiliki konfidor tumbuh tegak,
bersifat saprofit. Sedangkan pada jamur yang lain yang bersifat entamopatogen
contohnya pada jamur Beuveria bassiana
yang memiliki spora berbentuk bulat. Pada sterigma yang pendek, hialin
berbentuk tunggal. Beberapa jenis jamur yang bersifat entamopatogen diantaranya
yaitu Beuveria bassiana, Metarhizium
anisopliae, Aspergillus parasititus, dll.
Dari
hasil praktikum yng telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa jamur Metarhizium anisopliae tumbuh baik pada
media jagung. Hal ini terbukti karena media jagung menghasilkan rata jumlah
spora tertinggi pada jamur Metarhizium sp.
Hal ini juga terjadi karena kandungan nutrisi jagung lebih tinggi dibandingkan
dengan media lainnya. Dengan kandungan karbohidrat sebesar 30,3% per 100 gram
dan protein 4,1% mampu memberikan suplai energy sebesar 109%. Dengan kandungan
nutrisi tersebut jagung sangat cocok digunakan sebagai media yang paling baik
untuk perbanyakan jamur khususnya jamur M.
anisopliae.
Jamur
Metarhizium anisopliae dapat tumbuh
baik pada waktu yang relative singkat yaitu 24 jam setelah penempelannya pada
media seperti jagung, beras, dan ketan hitam. Jamur Metarhizium anisopliae tersebut dapat tumbuh cepat dengan syarat
samua factor yang mempengaruhi pertumbuhannya pada kondisi optimum.
Penyebab
jamur tidak tumbuh kontaminan disebabkan oleh derajat keasaman (pH), pH
mempengaruhi pertumbuhan jamur. Jika pH optimum maka jamur dapat tumbuh
kontaminan, pH optimum untuk tumbuhnya kontminan berkisar 6,5. Kemudian radiasi
matahari juga berpengaruh pada tumbuh atau tidaknya kontaminan. Radiasi
matahari dapat menyebabkan kerusakan pada spora. Selain itu suhu dan
kelembaban, suhu dan kelembaban mempengaruhi pertumbuhan konidia dan
pathogenesis.
IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari
praktikum ini yaitu:
1. Jamur
Metarhizium anisopliae tumbuh baik
pada media jagung dibandingkan dengan meda lainnya.
2. Jamur
Metarhizium anisopliae dapat tumbuh
baik pada waktu yang relative singkat yaitu 24 jam setelah penempelannya pada
media.
3. Perbedaan
jamur Metarhizium anisopliae dengan
yang lain yaitu memiliki spora berbentuk silinder, bersel satu, memiliki
konfidor tumbuh tegak, bersifat saprofit.
4. Jenis
jamur yang bersifat entamopatogen diantaranya yaitu Beuveria bassiana, Metarhizium anisopliae, Aspergillus parasititus,
dll.
5. Penyebab
jamur tidak tumbuh kontaminan disebabkan oleh derajat keasaman (pH), radiasi
matahari, suhu dan kelembaban.
DAFTAR PUSTAKA
Enceng, Surachman.
2007. Hama Tanaman, Pangan, Hortikultura,
dan Perkebunan.
Kanisius.
Jakarta.
Suwahyono. 2009. Perbanyakan Jamur Metarhizium. Kanisius
Yogyakarta.
Desember 2013 pukul 21.35 WIB.
Wiryadiputra. 1995. Perbanyakan pada Jamur. Gadjah Mada
University Press.
Yogyakarta.
Please take out with credit:')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar