Selasa, 05 Agustus 2014

LAPORAN BHT: MENGHITUNG ARAS LUKA EKONOMI

















MENGHITUNG ARAS LUKA EKONOMI





















1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut hama karena mereka mengganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit merupakan beberapa contoh binatang yang sering menjadi hama tanaman.
           
Kebanyakan hama yang menyebabkan kerusakan pada tanaman adalah dari kelompok serangga. Keberadaan hama tersebut sangat dirisaukan, karena kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama bisa menyebabkan kualitas dan kuantitas panen pada suatu pertanaman mengalami penurunan. Hal tersebut tentu juga akan mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Hama yang merugikan secara ekonomi, biasanya merupakan hama yang menyerang pada bagian tanaman yang kita konsumsi, atau biasa kita sebut dengan hama langsung. Serangan hama pada suatu tanaman akan menimbulkan gejala yang khas, hal ini terkait dengan alat mulut serta perilaku yang dimiliki oleh masing-masing serangga yang juga memiliki ciri khas tersendiri. Semakin banyak populasi hama di suatu pertanaman, semakin besar pula gejala kerusakan yang ditimbulkan, hal ini juga akan mengakibatkan semakin tingginya tingkat kerugian ekonomi. Untuk menghindari kerugian ekonomi akibat serangan yang ditimbulkan oleh hama, maka perlu diadakan suatu pengendalian. Pada pengendalian tersebut hendaknya kita harus mengetahui ekologi dari masing-masing hama, sehingga hal ini bisa memudahkan kita dalam mengambil keputusan untuk pengendalian hama secara tepat.
           
Dalam kegiatan pengendalian hama, pengenalan terhadap jenis-jenis hama (nama umum, siklus hidup, dan karakteristik), inang yang diserang, gejala serangan, mekanisme penyerangan termasuk tipe alat makan serta gejala kerusakan tanaman menjadi sangat penting agar tidak melakukan kesalahan dalam mengambil langkah/tindakan pengendalian. Serangan hama pada suatu tanaman akan menimbulkan gejala yang khas, hal ini terkait dengan alat mulut serta perilaku yang dimiliki oleh masing-masing serangga yang juga memiliki ciri khas tersendiri.

1.2 tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu
a.Untuk mengetahui pengertian pengamatan dan ambang ekonomi
b.Untuk mengetahui peranan pengamatan dalam PHT
c.Untuk mengetahui pengamatan dan penilaian serangan hama




































II. TINJAUAN PUSTAKA
          
Hama merupakan tiap hewan yang mengganggu atau merusak tanaman dan menyebabkan kerugian secara ekonomis. Kebanyakan hama yang menyebabkan kerusakan pada tanaman adalah dari kelompok serangga. Keberadaan hama tersebut sangat dirisaukan, karena kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama bisa menyebabkan kualitas dan kuantitas panen pada suatu pertanaman mengalami penurunan. Hal tersebut tentu juga akan mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Hama yang merugikan secara ekonomi, biasanya merupakan hama yang menyerang pada bagian tanaman yang kita konsumsi, atau biasa kita sebut dengan hama langsung (Endah, 2005).
           
Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih. Kebanyakan speises tidak akan memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk berbunga, sehubungan dengan ini terdapat dua rangsangan. Yang menyebabkan perubahan itu terjadi, yaitu suhu dan panjang hari (Mugnisjah dan Setiawan, 1995).

Peramalan OPT adalah kegiatan yang diarahkan untuk mendeteksi dan memprediksi populasi/serangan OPT serta kemungkinan penyebaran dan akibat yang ditimbulkan dalam ruang dan waktu tertentu. Peramalan OPT merupakan bagian penting dalam program dan kegiatan penerapan PHT dalam kegiatan perencanaan ekosistem yang tahan terhadap gangguan.Peramalah hama sasarannya adalah untuk menduga kemungkinan timbulnya OPT, mendeteksi dan memprediksi populasi/serangan dan kerusakan yang ditimbulkan OPT berdasarkan hasil pengamatan terhadap komponen-komponen yang berpengaruh di lapang, dan  menduga kerugian atau kehilangan hasil akibat gangguan OPT. Menurut Marwoto (1992), peramalan hama bertujuan untuk memberikan informasi tentang populasi, intensitas serangan, luas serangan, penyebaran OPT pada ruang dan waktu yang akan datang. Informasi tersebut sebagai dasar untuk menyusun perencanaan, saran tindak pengelolaan atau penanggulangan OPT sesuai dengan prinsip, strategi dan teknik PHT. Dengan demikian diharapkan dapat memperkecil resiko berusaha tani, populasi/serangan OPT dapat ditekan, tingkat produktivitas tanaman pada taraf tinggi, menguntungkan dan aman terhadap lingkungan.
Analisis daerah serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dilakukan berdasarkan data sekunder atau historis luas tambah serangan (LTS) selama kurun waktu tiga tahun, untuk analisis indeks serangan, ratio luas serangan, dan periode kritis serangan OPT dilakukan dengan menganalisis data luas keadaan serangan selama kurun waktu satu tahun atau tiga musim tanam padi secara berturut – turut (Bappenas, 1991).
           
Luas tambah serangan (LTS) merupakan hasil pengamatan dari wilayah pengamatan (biasanya di tingkat Kecamatan) dari Petugas Pengamat Hama dan Penyakit (PHP) yang dilaporkan setiap periode setengah bulan ke Dinas Pertanian Kebupaten/Kota Madya dan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP), secara berjenjang dilaporkan juga ke Dinas Pertanian Propinsi, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Holtikultura (BPTPH) dan Direktorat Perlindungan Holtikultura, Direktorat Jenderal Bina Produksi Holtikultura (Dirjen Bina Produksi Tanaman,  2002).
           
Penentuan daerah sebaran suatu OPT dapat dilakukan pada tingkat kabupaten/Kodya berdasarkan data hasil pengamatan di tingkat kecamatan berupa data luas terkena serangan (LTS) yang menyatakan seluruh serangan dengan intensitas ringan hingga puso dan luasan tanaman puso dengan intensitas puso saja, dan frekuensi serangan pada setiap masa panen (MP) setiap tahun biasanya digunakan data lima sampai enam tahun secara berurutan. Pemetaan hanya dilakukan pada tiap kecamatan, karena data diperoleh dari petugas pengamat hama (PHP) di setiap kecamatan (Dirjen Bina Produksi Tanaman,  2002)




































II.                HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil Pengamatan

Dari hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan, maka didapatkan data sebagai berikut :

Perhitungan  Kasus wereng coklat pada tanaman padi.
Sampel ke-
X
Populasi hama (ekor/tanaman)
Y
Produksi (kg/ha)
XY
X2



1
0
7400
0
0

2
40
6700
268000
1600

3
75
6000
450000
5625

4
105
5500
577500
11025

5
130
4500
585000
16900

6
155
3700
573500
24025

7
164
3000
492000
26896

8
180
1500
270000
32400

9
195
1000
195000
38025

n=9
∑X= 1044
∑Y= 39300
3411000
156496

116
 = 3466,67






▪ Kurva kasus wereng coklat pada tanaman padi

2.    Perhitungan contoh kasus walang sangit pada tanaman padi

Sampel ke-
X
Populasi hama (ekor/tanaman)
Y
Produksi (kg/ha)
XY
X2



1
0
9200
0
0

2
5
6700
33500
25

3
20
6000
120000
400

4
34
5500
187000
1156

5
45
4000
180000
2025

6
58
3200
185600
3364

7
70
2500
175000
4900

8
85
2100
178500
7225

9
90
1800
162000
8100

n=9
∑X= 407
∑Y= 41000
1221600
27195

 = 45,22
4555,56






▪ Kurva kasus walang sangit pada tanaman padi


3.2 Pembahasan

Hama adalah seluruh makhluk hidup yang dapat mengganggu perkembangan tumbuhan. Dari sekian banyak hama, kelas insekta merupakan hama yang paling banyak di bumi ini. Akibat dari serangan hama ini sangatlah penting diman salah satunya dapat menurunkan hasil dari komoditi yang kita usahakan. Hasil disini tidak hanya sebatas kualitas saja akan tetapi keberadaan gangguan hama ini juga akan berpengaruh terhadap kuantitas produk. Banyak sekali cara atau metode yang dapat dilakukan untuk meminimalisir gangguan hama ini mulai dari teknik yang paling umu dilaksanakan ditingkat petani yakni aplikasi pestisida, dengan cara kultur teknik, biologi, dan fisik. Batasan serangan hama terhadap produk ini telah ditentukan berdasarkan kesepakatan sebelumnya yang dinamakan ambang batas serangan atau ambang ekonomi.
           
Ambang Ekonomi adalah kepadatan populasi hama yang memerlukan tindakan pengendalian untuk mencegah peningkatan populasi hama berikutnya yang dapat mencapai Aras Luka Ekonomi, ALE (Economic Injury Level). Sedangkan ALE didefinisikan sebagai padatan populasi terendah yang mengakibatkan kerusakan ekonomi. Kerusakan ekonomi terjadi bila nilai kerusakan akibat hama sama atau lebih besarnya dari biaya pengendalian yang dilakukan, sehingga tidak terjadi kerugian ( Harun, 2011 ). Oleh karena itu perlu adanya suatu metode yang dapat menggambarkan tingkat serangan hama pada suatu daerah tertentu. Hal tersebut berhubungan dengan model peramalan hama yang akan digunkan untuk meramalkan kejadian yang sama pada waktu yang akan datang. Salah satu bentuk peramalan yang sering digunan ialah Analisi Periode Kritis dan Tipe Serangan Suatu Hama, metode ini dilakukan denga cara menganalisis data historis berupa data luas tambah serangan ( LTS ). LTS merupakan hasil pengamatan dari wilayah pengamatan dari Petugas Pengamat Ham Dan Penyakit ( PHP ) yang dilaporkan setiap periode setengah bulanan ke Dinas Pertanian Kabupaten/Kota Madya dan Laboratorium Pengamat Hama dan Penyakit ( LPHP ).

Berdasarkan hasil yang didapat pada kurva table 1 dan 2 bahwa semakin sedikit hama yang ada maka jumlah produksi yang dihasilkan akan semakin banyak, begitu sebaliknya.

Dalam perhitungan didapatkan bahwa AP (ambang pendapatan) adalah 176,47 kg/ha. Ini berarti agar perlakuan insektisida menguntungkan bag petani yang diselamatkan oleh tindakan pengendalian paling sedikit sebersar 176,47kg/ha. Nilai ambang ini penting sebagai batas penentuan manfaat  pengendalian dan krteria dalam pengambilan keputusan.

ALE sebear 5,44 melalui nilai ambang pendapatan dibagi besarnyakehilang  produksi yang ditimbulkan leh setiap satu ekor hama. Maksudnya, apabila kepadatan populasi sama atau lebih dari 5,44 per tanaman populasi tersebut berada diatas aras populasi ekonomik sehingga pengendalian dapat dilakukan. Tetapi, apabila populasi dibawah 5,44 kurva per tanaman pengendalian dengan pestisida tidak peru dilakukan Karena dbawah titik impas. Hal ini juga sama untuk ditempatkan pada hasil perhitungan untuk table 2 sebesar 2,45.
Pada perhitugan untuk table 1 didapat nilai b sebesar -32,43. Berarti setiap satu ekor hama akan kehilangan jumlah produksi sebesar angka tersebut. Sama halnya juga table 2 setiap satu ekr hama akan kehilangan produksi sebesar -71,96.








III.             KESIMPULAN


Dari hasil pengamatan dan pembahasan pada bab sebelumya maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berkut:
1.        ALE yang diperoleh sebesar 2,54 pada contoh kasus walang sangit berarti bahwa hama wereng coklat sudah perlu dikendalikan ketika populasi mencapai 2,44 ekor per rumpun tanaman.
2.        AP  pada contoh kasus wereng coklat 176,47 kg/ha. Sedangkan ALE pada contoh kasus wereng coklat sebesar 5,44.
3.        persamaan nilai regresi dari contoh kasus wereng coklat sebesar  y = -32.431x + 8128.7 dan  kasus walang sangit pada tanaman padi diperoleh nilai regresi sebesar y = -71.962x + 7809.8.
4.        AP pada contoh kasus  walang sangit sebesar 176,47 kg/ha dan ALE sebesar 2,54.
5.        ALE yang diperoleh sebesar 5,44 pada contoh kasus wereng coklat berarti bahwa hama wereng coklat sudah perlu dikendalikan ketika populasi mencapai 5,44 ekor per rumpun tanaman.



















DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 1991. Petunjuk lapang latihan PHT palawija. Program Nasional Pelatihan dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu. Proyek             Prasarana  fisik bappenas. Jakarta.

Dirjen Bina Produksi Tanaman. 2002. Peta Daerah Endemis OPT Hortikultura       Buku 1. Pangan Balai Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan.   Jakarta.

Dirjen Bina Produksi Tanaman. 2002. Pemetaan Daerah Endemis OPT penting pada tanaman Pangan. Pangan Buku 1. Pangan Balai Peramalan        Organisme Pengganggu Tumbuhan.   Jakarta.

Endah, Joisi, Nopisan. 2005. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman.               Jakarta : Agromedia Pustaka

     Marwoto. 1992. Masalah pengendalian hama Blimbing  di tingkat petani. hlm. 37−43.         Risalah Lokakarya Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Blimbing. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Malang.

Mugnisjah,W.Q. dan Setiawan, A. 1995. Produksi Benih. Penerbit Bumi Aksara    Jakarta. Bekerjasama dengan Pusat antar Universitas-Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor.























LAMPIRAN

















PERHITUNGAN


Perhitungan  Kasus wereng coklat pada tanaman padi.

Sampel ke-
X
Populasi hama (ekor/tanaman)
Y
Produksi (kg/ha)
XY
X2



1
0
7400
0
0

2
40
6700
268000
1600

3
75
6000
450000
5625

4
105
5500
577500
11025

5
130
4500
585000
16900

6
155
3700
573500
24025

7
164
3000
492000
26896

8
180
1500
270000
32400

9
195
1000
195000
38025

n=9
∑X= 1044
∑Y= 39300
3411000
156496

116
 = 3466,67


b          =
          =
          =

=
            = -32,43

a          =  - b
            = 4.366,67 – (-32,43) (116)
            = 4.366,67 – (-3.761,88)
            = 4.366,67 + 3.761,88
            =8.128,55

Y = a + bx
= 8.128,55 + (-32,43) x
= 8.128,55 – 32,43 x

AP       =
          =
            = 176,47

            b= -32,43
ALE    =  x
          =
          =
            = 5,44


Nilai Y
Y1        = 8128,55 – 32,43 (0)
            = 8128,55
Y2        = 8128,55 – 32,43 (40)
            = 6831,35
Y3        = 8128,55 – 32,43 (75)
            = 5693,3
Y4        = 8128,55 – 32,43 (105)
            =4723,4
Y5        = 8128,55 – 32,43 (130)
            = 3912,65
Y6        = 8128,55 – 32,43 (155)
            = 3098,8
Y7        = 8128,55 – 32,43 (164)
            = 2810,03
Y8        = 8128,55 – 32,43 (186)
            = 2291,15
Y9        = 8128,55 – 32,43 (195)
            = 1804,7

2.    Perhitungan contoh kasus walang sangit pada tanaman padi

Sampel ke-
X
Populasi hama (ekor/tanaman)
Y
Produksi (kg/ha)
XY
X2



1
0
9200
0
0

2
5
6700
33500
25

3
20
6000
120000
400

4
34
5500
187000
1156

5
45
4000
180000
2025

6
58
3200
185600
3364

7
70
2500
175000
4900

8
85
2100
178500
7225

9
90
1800
162000
8100

n=9
∑X= 407
∑Y= 41000
1221600
27195

 = 45,22
4555,56


b          =
          =
          =
          =
            = -71,96

a          =  - b
            = 4.555,56 – (-71,96) (45,22)
            = 4.555,56 – (-3.254,03)
            = 4.555,56 + 3.254,03
            = 7.809,59
Y = a + bx
= 7.809,59 + (-71,96) x
= 7.809,59 – 71,96 x

AP       =
          =
            = 176,47

            b= -32,43
ALE    =
          =
            = 2,45

Nilai Y
Y1        = 7809,59 – 71,96 (0)
            = 7809,59
Y2        = 7809,59 – 71,96 (5)
            = 7.449,79
Y3        = 7809,59 – 71,96 (20)
            = 6370,39
Y4        = 7809,59 – 71,96 (34)
            = 5362,95
Y5        = 7809,59 – 71,96 (45)
            = 4571,39
Y6        = 7809,59 – 71,96 (58)
            = 3635,91
Y7        = 7809,59 – 71,96 (70)
            = 2772,39
Y8        = 7809,59 – 71,96 (85)
            = 1692,99
Y9        = 7809,59 – 71,96 (90)
            = 1333,19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar